Definisi Ijma’ (Aspek Lughawi dan Istilahiy)

Secara Lughawi (Bahasa): Dalam bahasa Arab, kata “الإجماع” (Ijma’) berasal dari kata “أجمع” (Ajma’a) yang berarti tekad atau keputusan untuk melakukan sesuatu.

الإجماعُ في اللُّغةِ يُطلَقُ على العَزمِ على الشَّيءِ

Misalnya, dikatakan “أجمَعَ فلانٌ على كذا” yang artinya seseorang telah memutuskan untuk melakukan sesuatu. Dalam konteks ini, kata “أجمَعَ” berarti keputusan atau kesepakatan. Contoh lain adalah dalam firman Allah dalam Surah Yunus [10:71]: “فَأَجْمِعُوا أَمْرَكُمْ وَشُرَكَاءَكُمْ” yang berarti “maka tentukanlah urusanmu (dengan tekad) bersama mitra-mitra kalian”. Selain itu, dalam Surah Yusuf [12:15]: “فَلَمَّا ذَهَبُوا بِهِ وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ”, kata “أَجْمَعُوا” berarti mereka sepakat untuk melakukan sesuatu.

Secara Istilah (Ushul Fikih)

الإجماعُ اصطِلاحًا هو: اتِّفاقُ مُجتَهِدي العَصرِ مِن أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم على أمرٍ دينيٍّ

Secara Istilahiy, Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid di kalangan umat Islam (dalam konteks ini setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW) mengenai suatu masalah hukum atau agama tertentu. Beberapa definisi Ijma’ menurut para ulama adalah sebagai berikut:

  1. Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid di kalangan umat Muhammad SAW terhadap suatu masalah agama.
  2. Ada juga yang menyebutnya sebagai kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada suatu zaman terhadap masalah apapun.
  3. Definisi lain menyebutkan bahwa Ijma’ adalah kesepakatan para ahli halli wal aqdi (pemimpin atau otoritas) di kalangan umat Muhammad SAW terhadap suatu peristiwa tertentu.
  4. Ada juga yang mendefinisikan Ijma’ sebagai kesepakatan para ilmuwan pada suatu zaman terkait suatu masalah atau peristiwa hukum.
  5. Sementara definisi lainnya menyebutkan bahwa Ijma’ adalah kesepakatan halli wal aqdi umat Muhammad SAW terhadap suatu masalah tertentu.

Penjelasan dan Pembahasan Definisi yang Dipilih:

  • “It-Tifaq” (Kesepakatan) berarti adanya kesepakatan yang mencakup perkataan, perbuatan, diam (tidak menentang), dan persetujuan. Ini mencakup semua bentuk konsensus, bukan hanya pendapat lisan.
  • “Mujtahidin al-Asr” (Mujtahid pada zaman tertentu) mengacu pada para mujtahid yang melakukan ijtihad dalam menetapkan hukum-hukum syariat. Definisi ini membedakan bahwa Ijma’ hanya berlaku di kalangan mujtahid, bukan kesepakatan di kalangan umat secara umum, karena pendapat masyarakat umum tidak dianggap sebagai Ijma’.
  • “Al-Asr” (Zaman) menunjukkan bahwa Ijma’ hanya berlaku pada suatu zaman tertentu dan cukup jika para mujtahid di zaman tersebut sepakat. Dengan ini, teori Ijma’ tidak mengharuskan adanya kesepakatan sepanjang sejarah, sampai hari kiamat.
  • “Min Ummati Muhammad SAW” (Dari umat Muhammad SAW) membedakan kesepakatan umat Islam dengan umat dari agama-agama sebelumnya, karena Ijma’ hanya mengikat bagi umat Muhammad SAW.
  • “Ala Amrin Diniyyin” (Tentang masalah agama) mengacu pada kesepakatan yang hanya berlaku untuk masalah agama, bukan masalah duniawi. Sebagai contoh, meskipun Nabi Muhammad SAW memberikan saran dalam urusan dunia seperti dalam pertanian (misalnya dalam masalah penyerbukan pohon kurma), ini tidak dianggap sebagai Ijma’ karena tidak berkaitan dengan hukum agama.

Catatan Tambahan: Ada beberapa definisi yang lebih luas yang menggantikan istilah “Ala Amrin Diniyyin” dengan “Ala Hukmi Waqi’ah Min al-Waqi’at” (tentang hukum peristiwa tertentu), yang bisa merujuk pada masalah-masalah lain yang lebih luas, seperti masalah rasional atau kebiasaan yang diterima dalam masyarakat.

الفَرعُ الأوَّلُ: تَعريفُ الإجماعِ لُغةً – موسوعة أصول الفقه – الدرر السنية