Ijma’ (konsensus para ulama) merupakan salah satu sumber hukum yang diakui dalam syariat Islam, setelah Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagai pilar hukum Islam, ijma’ memiliki peran strategis dalam menjaga keutuhan ajaran dan persatuan umat. Berikut adalah elaborasi tujuh poin pentingnya ijma’ dalam sudut pandang ilmiah.
1. Ijma’ Menjaga Dasar Agama
Ijma’ memiliki peran krusial dalam menjaga dasar-dasar agama Islam. Umat Islam sepakat bahwa syariat Islam tidak hanya bersandar pada nash (teks suci) tetapi juga pada konsensus ulama. Ketika seseorang mengingkari ijma’ sebagai hujjah (dalil), ia berpotensi merusak dasar agama. Hal ini karena rujukan keagamaan umat Islam pada berbagai aspek bersandar pada ijma’, yang berfungsi sebagai penanda kesatuan dalam prinsip-prinsip pokok agama. Dengan demikian, ijma’ menjaga agama dari infiltrasi ide-ide destruktif yang mengancam integritas keimanan.
2. Ijma’ yang Diketahui Secara Darurat Menunjukkan Kesepakatan Umat
Ijma’ yang tergolong dalam kategori ma‘lum min ad-din bi ad-dharurah (diketahui secara darurat dalam agama) mengungkapkan bahwa banyak aspek agama telah menjadi kesepakatan bersama umat Islam. Contohnya, kewajiban salat lima waktu, puasa Ramadan, dan larangan riba. Kesepakatan ini mencerminkan bahwa agama Islam memiliki fondasi yang kokoh dan disepakati secara luas, sehingga menghalangi kelompok-kelompok sesat untuk menyusup dan merusak keyakinan umat Islam.
3. Ijma’ Membangun Kepercayaan dan Menyatukan Umat
Salah satu kontribusi terbesar ijma’ adalah menciptakan kepercayaan terhadap agama ini. Pengetahuan tentang hukum-hukum yang disepakati oleh para ulama memberi rasa aman kepada umat, karena mereka tahu ada prinsip-prinsip yang menjadi pegangan bersama. Ijma’ juga menjadi sarana efektif dalam menyatukan umat Islam, menghindarkan mereka dari klaim bahwa Islam adalah agama yang penuh perpecahan. Hal ini penting dalam menciptakan stabilitas sosial dan keagamaan.
4. Ijma’ Merupakan Bentuk Penghormatan bagi Umat Islam
Ijma’ adalah tanda keistimewaan umat Islam dibandingkan umat-umat sebelumnya. Dalam tradisi keagamaan terdahulu, para nabi hanya diutus untuk kaumnya masing-masing. Namun, Nabi Muhammad SAW diutus untuk seluruh umat manusia, menjadikan umat Islam sebagai jamaah yang hakiki. Kesepakatan umat Islam pada suatu masa menunjukkan bahwa mereka memiliki keunggulan dalam menjaga kebenaran secara kolektif. Ini merupakan bentuk penghormatan yang diberikan Allah SWT kepada umat ini.
5. Ijma’ Mengindikasikan Adanya Dalil, Tanpa Perlu Mengetahui Dalilnya secara Langsung
Ijma’ memiliki hubungan erat dengan dalil, meskipun dalil tersebut tidak selalu dinukil bersama ijma’. Secara logis, tidak mungkin para ulama yang mencapai konsensus tidak memiliki dalil syar’i yang kuat. Oleh karena itu, ketika ijma’ dinyatakan sahih, itu secara implisit menunjukkan keberadaan dalil yang mendasarinya, meskipun dalil tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit. Al-Jashshash, seorang ulama terkemuka, menegaskan bahwa ijma’ sering kali berdiri di atas petunjuk yang mungkin tidak diwariskan secara langsung tetapi tetap berlandaskan wahyu atau Sunnah Rasulullah SAW.
6. Ijma’ Menguatkan Dalil Lain dalam Suatu Masalah
Ijma’ sering kali memperkuat suatu hukum yang telah didukung oleh dalil dari Al-Qur’an atau Sunnah. Sebagai contoh, kewajiban salat lima waktu tidak hanya didukung oleh Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi juga oleh ijma’. Ketika suatu hukum didukung oleh beberapa dalil sekaligus, maka kekuatannya semakin kokoh. Dalam ranah akademik, ijma’ berfungsi sebagai elemen konfirmasi yang menegaskan kebenaran sebuah hukum.
7. Ijma’ Menjaga Keseimbangan antara Kesepakatan dan Keluwesan dalam Syariat
Syariat Islam dikenal karena keseimbangannya antara aspek yang bersifat tetap (مواضع الاتفاق) dan aspek yang fleksibel (مواضع السعة). Ijma’ memastikan bahwa aspek-aspek tetap dalam syariat terjaga, sehingga tidak muncul perbedaan dalam hal-hal prinsip. Pada saat yang sama, ia memberikan ruang bagi keluwesan dalam hal-hal cabang yang dapat dipertimbangkan berdasarkan ijtihad. Dengan demikian, ijma’ menciptakan stabilitas hukum sekaligus memberikan ruang untuk dinamika dalam penerapan syariat.
Ijma’ bukan hanya sekadar kesepakatan kolektif para ulama, tetapi juga merupakan instrumen penting dalam menjaga keutuhan agama, membangun kepercayaan umat, dan menciptakan stabilitas hukum Islam. Dalam konteks ini, ijma’ menjadi simbol persatuan dan keistimewaan umat Islam. Kajian lebih lanjut mengenai ijma’ akan memperkaya pemahaman tentang perannya dalam menghadapi tantangan-tantangan hukum Islam kontemporer.