Pengertian Puasa Menurut Bahasa dan Istilah

Dakwah – Puasa dalam bahasa Arab disebut shaum, الصَّوْمُ yang artinya menahan dari segala hal secara mutlak, baik makanan, pembicaraan, nikah dlsb. Arti ini senada dengan firman Allah dalam konteks menceritakan Maryam As.

إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

Quran Surah Maryam ayat 26 artinya: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”.

Puasa adalah salah satu ibadah mahdhah dalam Islam. Meskipun di luar Islam terdapat puasa, namun cara dan bentuknya tentu berbeda. Hal ini menyangkut tujuan, syarat dan rukun puasa itu sendiri. Untuk lebih jelasnya apa itu puasa menurut bahasa dan istilah dalam agama Islam serta syarat-syarat wajib , fardhu , hal-hal yang membatalkan, kesunahan dan kemakruhan-kemakruhan dalam puasa, simak penjelasan berikut:

Pengertian Puasa

Secara bahasa puasa adalah الإِمْسَاكُ ismak artinya menahan, sedang secara istilah syara’, puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya pada siang hari yang bisa dilakukan puasa di hari itu.

Puasa Ramadhan difardhukan pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriah. Puasa Ramadhan merupakan kewajiban yang lumrah diketahui dalam agama, artinya telah diketahui oleh orang khusus dan orang awam (ma’lum dhoruri). Oleh karenanya, orang yang mengingkari kewajiban puasa Ramadhan hukumnya murtad.

Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu dari hal-hal di bawah ini

    1. Menyempurnakan tiga puluh hari bulan Sya’ban ketika tidak ada ketetapan Ramadhan pada malam tanggal tiga puluh Sya’ban
    1. Melihat hilal pada malam tanggal 30 sya’ban. Ini mewajibkan orang yang melihatnya untuk berpuasa
    1. Mendengar berita mutawatir (tersebar luas dan sangat kecil kemungkinan tidak benar) telah terjadi ru’yah (melihat hilal)
    1. Tetapnya hilal dengan kesaksian orang adil.
    1. Ketetapan qadli (pemerintah) dengan menjelaskan dasar dan rujukan ketetapannya.
    1. Percaya kepada orang mengkhabarkan telah melihat hilal meskipun anak kecil atau orang fasik.
    1. Dugaan kuat dengan ijtihad oleh orang yang ada dalam penjara atau sesamanya.
    1. Berita ahli hisab dan ahli astronomi, bagi mereka dan orang yang mempercayai.
    1. Tanda-tanda yang menunjukkan adanya rukyah di kota-kota besar.

Hukum Puasa

Hukum dari puasa dapat dibagi menjadi empat, yaitu: wajib, sunnah, makruh dan haram. Berikut keterangannya:

    1. Wajib, yaitu puasa bulan Ramadhan, puasa qadla’, puasa kaffarat, puasa dalam haji dan ‘umrah sebagai pengganti menyembelih hewan dam, puasa nadzar, puasa ketika hendak shalat istisqa’ ketika diinstruksikan imam (pemerintah).
    1. Sunnah.
    1. Makruh, yaitu puasa hari Jum’at atau Sabtu atau Ahad saja tanpa disambung dengan hari sebelumnya atau sesudahnya, Puasa bertahun-tahun (poso naun) bila dikhawatirkan dapat membahayakan fisik.
    1. Haram. Puasa haram terbagi dua : a. Tetap sah yaitu puasa seorang istri tanpa ijin suaminya kecuali puasa wajib. b. Tidak sah, yaitu puasa di dua hari raya, puasa di hari tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah), puasa hari yang diragukan (tanggal 30 Sya’ban ketika ada desas desus telah terjadi ru’yah) kecuali puasa wajib seperti qadla’ dan bagi orang yang memiliki kebiasaan puasa seperti puasa Senin Kamis, puasa separuh terakhir bulan Sya’ban kecuali disambung dengan hari sebelumnya. Maksudnya bagi orang yang berpuasa pada tanggal 15 Sya’ban boleh berpuasa pada tanggal enam belasnya. Apabila telah berpuasa pada tanggal 15 dan 16 boleh berpuasa pada tanggal 17, begitu seterusnya selama tidak meninggalkan puasa di salah satu harinya. Apabila meninggalkan puasa di salah satu harinya maka haram berpuasa pada hari berikutnya terus sampai akhir bulan.

Syarat-Syarat Wajib Puasa

Syarat wajib puasa adalah sesuatu yang berada di luar puasa, namun mesti terpenuhi agar puasanya menjadi sah. syarat wajibnya puasa ada 7, yaitu:

    1. Islam.
    1. Berakal.
    1. Baligh.
    1. Mampu mengerjakan puasa .
    1. Tidak haid
    1. Tidak nifas
    1. Bukan musafir yang memenuhi persyaratan boleh mengqoshor shalat.

Fardhu Puasa

Fardhunya puasa adalah elemen yang mesti ada dalam ibadah puasa. Fardhu puasa ada dua, yaitu niat puasa dan menjauhi perkara yang membatalkan puasa. Ini selengkapnya:

    1. Niat di dalam hati. Dalam pelaksanaannya harus memenuhi hal-hal sebagai berikut a. Untuk puasa fardlu niat harus dilakukan pada malam hari sedang untuk puasa sunnah bisa dilakukan pada siang hari sebelum matahari tergelincir. b. Niat harus dilakukan setiap malam. c. Harus menentukan status puasa fardlu yang akan dikerjakan, misalnya niat puasa Ramadhan, nadzar, atau puasa kaffarat atau puasa sunah yang memiliki sebab (tidak puasa sunnah yang memiliki waktu seperti puasa hari senin, enam hari syawwal dan lain-lain) Niat yang paling sempurna adalah
    1. Menghindari hal-hal yang membatalkan puasa adalah fardhu yang kedua. Jadi selama ibadah shaum ini berlangsung, shoim harus menghindari perkara yang membatalkannya.

Niat Puasa Ramadhan

Dalam berniat dapat memakai bahasa selain Arab, namun ada niat yang dianggap paling sempurna. niat puasa adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ للهِ تَعَالىَ

Artinya: Saya niat berpuasa besok hari sebagai penunaian fardhu bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Ta’ala

Masalah Terkait Niat Puasa

Berikut beberapa permasalah seputar niat. Niat puasa adalah fardhu yang mesti diperhatikan, jadi:

    • Apabila seseorang melakukan sahur, minum supaya tidak haus pada siang hari atau menghindari hal-hal yang membatalkan puasa karena khawatir terbitnya fajar maka hal itu sudah termasuk niat apabila dalam hatinya terbersit untuk puasa karena hal itu sudah mengandung maksud untuk berpuasa.
    • Apabila seseorang lupa niat pada malam hari maka siang harinya tidak dihitung berpuasa namun tetap harus menghindari hal-hal yang membatalkan puasa sebagai bentuk penghormatan pada waktu puasa.
    • Pada malam pertama bulan Ramadhan disunnahkan untuk niat berpuasa Ramadhan sebulan penuh. Hal ini diperbolehkan menurut madzhab Maliki sehingga bila suatu ketika seseorang lupa tidak niat puasa pada malam hari boleh langsung berpindah mengikuti Imam Malik.
    • Bagi orang yang berpuasa sunnat boleh berniat setelah terbit fajar dan sebelum matahari tergelincir hanya bila sebelum niat tidak melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa kecuali bagi orang yang telah terbiasa puasa pada hari tertentu misalnya Senin Kamis atau hari Arafah. Kemudian pada hari itu dia lupa dan baru ingat setelah makan. Dalam peristiwa ini ia tetap diperbolehkan untuk niat berpuasa asalkan matahari belum tergelincir.

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Jumlah perkara yang membatalkan puasa ada tujuh. Ketujuh perkara ini jika bisa dihindari artinya puasa seseorang dapat dikatakan sah (tentu dengan niat puasa).

    1. Masuknya suatu benda melalui lubang yang terbuka ke dalam rongga tubuh (jauf) seperti perut, otak, bagian dalam tenggorokan, telinga, dua lubang kemaluan, dan lain-lain. Dalam hal ini perlu diperhatikan : a. Termasuk yang membatalkan puasa adalah merokok, masuknya jari ke dalam bagian yang wajib dibasuh ketika istinjak, memasukkan jari ke lubang telinga, dan tahi yang keluar dari dubur (anus) orang puasa, lalu ia menutup duburnya sehingga sebagian tahi itu ada yang masuk lagi ke dalam. b. Memasukkan jari atau pembersih ke lubang telinga tidak membatalkan puasa menurut Imam Ghazali. c. Memakai obat tetes mata tidak membatalkan puasa meskipun terasa pahit di tenggorokan. d. Infus dan suntik tidak membatalkan puasa karena tidak melalui lubang yang terbuka. e. Menelan dahak membatalkan puasa bila telah keluar sampai anggota luar (tenggorokan makhraj [tempat keluar] huruf ha’[ح] dan bisa dikeluarkan dari mulut. f. Tidak termasuk membatalkan puasa adalah masuknya ludah bening yang keluar dari mulut, terlanjur masuknya sisa bekas makanan yang terdapat di sela-sela gigi yang tidak bisa dikeluarkan, dan terlanjur masuknya air ke rongga tubuh orang yang mandi yang diwajibkan atau dianjurkan agama seperti mandi jinabat, mandi sunnat hari Jum’at bila tidak dilakukan dengan menyelam dan kebiasaannya air dapat masuk ketika menyelam, terlanjur masuknya air ketika berkumur dalam wudlu’.
    1. Berhubungan badan (memasukkan kepala penis ke dalam kemaluan atau jalan belakang baik dari manusia atau [maaf] hewan)
    1. Keluar sperma. Keluar sperma dapat membatalkan puasa bila disebabkan : a. Masturbasi/onani (berusaha mengeluarkan sperma) secara mutlak. b. Bersentuhan kulit tanpa penghalang dengan wanita mahram bila disertai syahwat (birahi) c. Bersentuhan dengan wanita bukan mahram baik istrinya atau bukan bila tanpa penghalang meskipun tanpa disertai syahwat (birahi). d. Melihat, menonton, atau berfantasi ria bila kebiasaannya dapat menyebabkan keluar sperma.
    1. Muntah dengan sengaja seperti memasukkan jari ke dalam mulut supaya muntah.
    1. Haid, nifas atau melahirkan.
    1. Gila meskipun sebentar
    1. Epilepsi siang hari penuh
    1. Mabuk siang hari penuh
    1. Murtad

Kesunahan dalam Puasa

Sunah dalam berpuasa ini berlaku untuk puasa wajib dan puasa sunnah. Ada tiga belas kesunahan dalam puasa yang meliputi di dalam dan di luar ibadah puasa yang dilakukan. ke-13 kesunahan itu adalah:

    1. Makan sahur. Nabi bersabda, “Bersahurlah kalian. Sesungguhnya dalam sahur itu terdapat keberkahan.” Waktu sahur mulai tengah malam (jam 12 malam) sampai sebelum terbit fajar. Oleh karena itu, orang yang makan atau minum sebelum tengah malam tidak disebut sahur sehingga ia tidak mendapatkan kesunnahannya
    1. Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam selama tidak terjadi keraguan atas terbit fajar. Disunnahkan sahur sebelum terbitnya fajar kira-kira cukup untuk membaca 50 ayat sampai terbitnya fajar.
    1. Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari telah terbenam. Disunnahkan berbuka puasa dengan memakan buah kurma. Yang lebih sempurna adalah makan tiga butir kurma basah. Kalau tidak ada maka tiga butir kurma kering dan kalau tidak ada kurma maka disunahkan berbuka puasa dengan air.
        • Berdoa ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini bisa dilakukan ketika hendak berbuka namun yang lebih utama adalah setelahnya. Doa berbuka puasa adalah sebagai berikut :

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعلَى ِرْزقِكَ أَفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَمَاءُ وَاْبتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ أَنْ تَغْفِرَ لِيْ بِرَحْمَتِكَ الَّتِيْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

Ya Allah, karena Engkau aku berbuka puasa. Telah hilang dahaga. Sudah menjadi basah segala urat. Ya Allah, Aku minta Engkau ampuni dosaku dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu.

    1. Melakukan mandi yang wajib seperti mandi junub sebelum terbit fajar. Dengan begitu tidak ada air yang masuk ke rongga semacam telinga atau jalan belakang ketika berpuasa dan dapat melakukan ibadah puasa dalam keadaan suci.
    1. Menjaga mulut dari hal-hal yang tidak berfaidah terutama dari hal-hal yang diharamkan semisal berdusta, menggunjing (bergosip),dan memaki–maki sebab hal itu dapat menghilangkan pahala puasa. Orang yang berpuasa hendaknya benar–benar bisa menjaga mulutnya. Jika dicaci maki, maka diingat-ingat dalam hatinya bahwa dirinya sedang berpuasa. Bila perlu katakan bahwa ia sedang berpuasa apabila tidak hawatir timbul rasa riya’ (ingin dipuji). Jangan membalas ejekan, makian, atau orang yang berbuat jahat kepadanya. Tetapi balaslah itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa
    1. Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, memperbanyak sedekah (termasuk yang sangat utama adalah menyediakan hidangan buka puasa bersama), memperbanyak membaca Al-Quran (termasuk dengan cara tadarus al-Quran), dan amal kebajikan lainnya terutama di sepuluh hari yang terakhir .
    1. Memperbanyak i’tikaf terutama pada sepuluh hari yang terakhir
    1. menghindari barang-barang syubhat (tidak jelas halal haramnya).
    1. Meninggalkan kenikmatan yang mubah seperti makanan yang enak, hiburan-hiburan.
    1. Mandi setelah Maghrib agar lebih giat dalam mengisi malam-malam Ramadhan.
    1. Shalat Tarawih.
    1. Berusaha memperoleh lailatul qadar.

Kemakruhan dalam Puasa

    1. Bersiwak setelah tergelincirnya matahari
    1. Mengakhirkan berbuka
    1. Berbekam
    1. Membekam orang lain.
    1. Bertikai
    1. Mencium orang yang tidak membangkitkan syahwat
    1. Mencicipi makanan kecuali karena ada hajat
    1. Mengucapkan hal-hal yang buruk
    1. Terlalu kenyang pada malam hari, memperbanyak tidur, dan melakukan hal-hal yang kurang berfaidah karena hal ini dapat menghilangkan faidah puasa.

Membayar Fidyah dalam Masalah Puasa

Fidyah adalah denda sebab tidak melakukan puasa berupa satu mud (+ 7 ons) dari makanan pokok dengan kriteria seperti dalam zakat fitrah. Fidyah diwajibkan sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan. Seumpama meninggalkan 10 hari berarti harus membayar 10 mud. Fidyah harus diberikan kepada fakir miskin. Dalam pembagiannya, fidyah harus diberikan secara utuh. Jadi tidak boleh memberikan setengah mud atau satu mud setengah. Namun diperbolehkan memberikan beberapa fidyah kepada satu orang asalkan tidak dibagi-bagi semisal diberi lima mud sebagai fidyah 5 hari tidak berpuasa tidak boleh memberikan 11 mud sebagai ganti 11 hari kepada dua orang dengan perbandingan enam setengah empat setengah misalnya karena ada sebagian fidyah yang tidak utuh. Fidyah diwajibkan karena sebab-sebab sebagai berikut :

    1. Tidak dapat melakukan puasa sama sekali yang terjadi pada dua orang :
        • a. Orang meninggal yang masih mempunyai tangungan puasa wajib karena udzur padahal sebelum meninggal memiliki kesempatan untuk mengqadla’ atau meninggalkan puasa tanpa udzur meskipun tidak memiliki kesempatan mengqadla’ di waktu hidupnya. Puasa orang yang demikian dapat digantikan dengan fidyah atau diqadla’ oleh kerabat dekat, orang yang mendapat izin kerabat dekat atau orang yang mendapat izin yang meninggal untuk mengqadla’ puasa.
        • b. Terlalu tua, tidak mampu berpuasa karena badan yang lemah atau sakit yang sulit diharapkan kesembuhannya. Tiga orang ini diperbolehkan tidak berpuasa dan mengganti dengan membayar fidyah bila seandainya puasa akan mengalami kepayahan (masyaqqah) di luar batas kewajaran (la tuhtamalu ‘adatan) atau sama dengan kepayahan dalam tayammum (mubihut tayammum), yakni dapat menyebabkan kematian, hilang fungsi anggota tubuh, memperlambat kesembuhan, atau menambah sakit yang telah dialami.
    1. Tidak dapat melakukan puasa di bulan Ramadalan yang terjadi pada :
        • a. Orang hamil atau menyusui yang khawatir janinnya keguguran atau air susunya berkurang. Dia wajib membayar fidyah di samping juga harus mengqadla’ puasa. Berbeda apabila orang hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan dirinya bukan pada janin atau anak yang disusuinya. Dalam hal ini ia hanya berkewajiban mengqadla tanpa fidyah.
        • b. Orang yang membatalkan puasa demi menyelamatkan nyawa atau fungsi anggota badan manusia atau hewan hampir mati yang tidak dapat diselamatkan kecuali dengan membatalkan puasa seperti karena tengelam.
    1. Mengakhirkan mengqadla puasa Ramadhan tanpa udzur sampai tahun berikutnya baik dulu ditinggalkan karena udzur atau tidak. Kewajiban membayar fidyah ini berlipat dengan semakin bertambahnya tahun. Misalnya tidak berpuasa selama tujuh hari dan tidak diqadla sampai tahun berikutnya. Berarti ia harus membayar empat belas mud. Bila sampai tahun berikutnya lagi berarti membayar dua puluh satu mud begitu seterusnya. Dakwah.web.id