Pengertian Makmum Muwafiq dan Contohnya

Makmum muwafiq adalah makmum yang sesuai atau cocok dengan imamnya. Begitu pengertian sederhananya. Ada perbedaan makmum muwafiq dan makmum masbuk terutama dalam ketentuannya sebagai makmum yang berkaitan dengan sholat dan pahala jamaahnya.

Sekali lagi, bahwa yang membedakan masbuq dengan muwafiq adalah adanya waktu yang cukup dalam membaca surat Alfatihah.

Alfatihah
Bacaan Alfatihah

Dari perbedaan ini kemudian muncul beberapa ketentuan dan cara yang mesti dilakukan dalam keadaan sholat berjamaah.

Pengertian Makmum Muwafiq

Lafadz Muwafiq merupakan isim fa’il dari fiil madhi ‘waafaqo’, وافقَ. Arti dari Al Muwafiq, الموافِق secara bahasa adalah harmonis, cocok, yang sesuai atau bersamaan. Makna harfiah itu juga diakomodir dalam pengertian makmum muwafid dalam istilah Fiqh, meskipun tidak secara langsung.

Definisi Makmum muwafiq adalah makmum yang menemukan cukup waktu untuk dia membaca al Fatihah di saat imam masih dalam keadaan berdiri (bukan i’tidal). Ukuran waktu bacaan fatihah si makmum dan imam ini dengan ukuran bacaan yang standart menurut ghalib-nya.

Jadi, makmum yang menemukan waktu bersamaan imam berdiri yang cukup untuk membaca Fatihah disebut makmum muwafiq. Itulah pengertian makmum muwafiq.

Ketentuan Makmum Muwafiq

Ketentuan atau cara makmum muwafiq ini contohnya, apabila imamnya ruku’ sebelum ia selesai membaca Fatihah, ia tidak diharuskan melakukan ruku’ bersama imamnya guna mendapatkan rakaat. Tetapi makmum wajib menyelesaikan Fatihahnya dan dianggap menemukan roka’at dengan ruku’ sendiri.

Akan tetapi apabila ia tertinggal dua rukun fi’li, contohnya seperti imamnya mulai untuk sujud sementara dia masih dalam posisi berdiri dan dia tidak niat mufaraqah (memisahkan diri dan keluar dari jamaah sholat) sebelum turun maka sholatnya batal kecuali karena udzur.

Apabila dia tertinggal karena udzur maka sholatnya tidak batal bahkan dia boleh tertinggal tiga rukun yang panjang. Berikut udzur bagi makmum muwafiq.

Udzur Makmum Muwafiq

Sebagaimana disebutkan dalam ketentuan makmum muwafiq di atas, dalam keadaan tertentu si makmum ini diperbolehkan tertinggal tiga rukun fi’li dari imam, macam-macam udzur bagi al muafiq ini ada 13 (tiga belas) kondisi, yaitu:

1.Makmum lamban bacaan Fatihahnya

Jika makmum lamban bacaan Fatihahnya karena pembawaan(‘ajz kholqiy), bukan disebabkan was-was,  atau karena makmum membaca Fatihah dengan tartil sedangkan imam  dengan bacaan yang sedang. Lalu imam ruku’ sebelum makmum menyempurnakan Fatihahnya. Dalam hal ini, makmum harus menyempurnakan fatihahnya dan diperbolehkan tertinggal tiga rukun fi’li (ruku’ dan dua sujud).

Lalu apabila Fatihahnya makmum sempurna sebelum imam melakukan rukun yang keempat yaitu berdiri  menjalankan rakaat kedua,  atau sebelum duduk untuk tahiyyat awwal atau akhir, maka dia harus meneruskan sholatnya sesuai urutan sholatnya sendiri, artinya setelah menyempurnakan Fatihah, ia harus langsung ruku’, lalu i’tidal kemudian sujud dua kali. Apabila makmum telah mengerjakan hal di atas (ruku, itidal, dua sujud) dan ketika berdiri ia mendapati imam telah melakukan ruku untuk rakaat berikutnya, maka ia harus langsung ruku’ mengikuti imam tanpa membaca Fatihah terlebih dahulu. Lalu apabila dalam ruku’ ini dia sempat thuma’ninah sebelum imam bangun dari minimal ruku’, dia dianggap menemukan rakaat.

Sedangkan apabila tidak sempat tuma’ninah, maka ia tidak dianggap menemukan rakaat, sehingga harus menambahkan rakaat setelah imam salam. Apabila ia menemukan imam dalam keadaan berdiri sebelum rukuk, maka ia harus berdiri bersama imam.

Jika dalam hal ini ia menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah bersama imam, maka ia dianggap sebagai makmum muwafiq. Sehingga dia wajib menyempurnakan Fatihahnya dan dia diperbolehkan tertinggal tiga rukun yang panjang sebagaimana penjelasan d atas.

Jika ia tidak menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah bersama imam, maka ia dianggap sebagai makmum masbuq, sehingga ia harus membaca Fatihah sebisanya dan ketika imam rukuk, ia harus rukuk mengikuti imam. Apabila ia mendapati imam dalam keadaan setelah rukuk, maka ia harus menyesuaikan dengan imam dan setelah imam salam, ia harus menambah satu rakaat yang tertinggal.

Sedangkan bila makmum belum selesai membaca Fatihah hingga imam mengerjakan rukun keempat (berdiri) maka dia harus menyesuaikan dengan imam dan meneruskan bacaannya serta tidak boleh meneruskan sesuai urutan sholatnya sendiri.

Apabila dia meneruskan sholatnya sesuai urutan sholatnya sendiri maka sholatnya dianggap batal apabila dilakukan dengan sengaja dan mengetahui aturan yang demikian. Sedangkan apabila karena lupa atau tidak mengetahui maka sholatnya tidak dianggap batal namun apa yang telah dia kerjakan tidak dianggap.

Kemudian apabila imam hendak melakukan ruku’ untuk rakaat yang kedua dan makmum telah sempurna bacaan Fatihahnya maka makmum harus rukuk bersama imam dan makmum dianggap mendapatkan rakaat yang dikumpulkan dari berdiri yang pertama dan bacaannya dan dari ruku’ rakaat yang kedua, i’tidal, dan sujudnya (rakaat mulaffaqoh).

Apabila makmum belum sempurna Fatihahnya ketika imam hendak ruku’ dalam rakaat yang kedua maka makmum harus niat mufaraqah. Apabila ia tertinggal dari imam tanpa niat mufaraqah dengan sengaja dan mengetahui aturan ini maka sholatnya dianggap batal.

Ketentuan di atas apabila makmum tersebut tertinggal dalam rakaat pertama atau rakaat yang ketiga dari sholat yang rakaatnya empat. sedangkan apabila tertinggal dalam rakaat kedua atau ketiga dari sholat yang rakaatnya tiga atau keempat dari sholat yang rokaatnya empat dan imam duduk untuk tasyahhud awal atau akhir sementara makmum dalam keadaan berdiri membaca Fatihah maka dia harus duduk bersama imam. Kemudian apabila imam berdiri setelah tasyahhud maka dia harus memulai bacaannya dari awal dan tidak boleh meneruskan bacaan sebelumya dan dia harus terus melakukan sholat sebagaimana ketentuan di atas selama dia berstatus sebagai makmum.

Apabila imam bacaannya cepat sekiranya makmum yang bacaannya sedang tidak menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah bersama imam maka dalam keadan ini makmum dipandang sebagai masbuq. Dengan demikian, dia membaca Fatihah sesuai dengan waktu yang ia temukan bersama imam kemudian langsung ruku’ dan ia dihitung menemukan rakaat apabila sempat thuma’ninah bersama imam pada waktu ruku’. Apabila dia tertinggal untuk menyempurnakan Fatihah sementara kondisinya semacam ini sehingga dia tidak sempat tuma’ninah ruku’ sebelum  imam bangun dari ruku’ maka dia tidak mendapatkan rakaat dan dia harus langsung mengikuti imam dan menambah rakaat setelah imam salam.

Apabila makmum tertinggal dari imam karena was was, maka apabila imamnya ruku’ sebelum Fatihah makmum selesai maka dia harus menyempurnakan Fatihahnya dan hal ini tidak mempengaruhi keabsahan sholatnya selama tidak sampai tertinggal dua rukun. Dengan demikian, bila imam hendak turun untuk melakukan sujud sebelum Fatihahnya makmum tersebut sempurna maka dia harus niat mufaraqah. Apabila dia tidak niat mufaraqah dengan sengaja dan mengetahui aturan ini(keharusan mufaraqah) maka sholatnya batal.

2. Makmum Yang Ragu Fatihahnya

Makmum ragu sudah membaca Fatihah atau belum, sudah sempurna atau belum  sebelum dia ruku’ sementara imamnya telah ruku’. Dalam hal ini makmum harus membaca Fatihah atau meneruskan bacaan Fatihah apabila hanya ragu sebagiannya saja dan waktunya tidak lama. Apabila waktunya lama  maka harus mengulang Fatihah dari awal.

3. Lupa Kemudian Ingat

Makmum lupa tidak membaca Fatihah kemudian ingat sebelum dia  ruku’ bersama imam. Apabila dia ingat setelah ruku’ bersama imam maka dia harus menyesuaikan dengan imam, tidak boleh kembali berdiri untuk membaca Fatihah. Kemudian setelah imam salam dia menambah satu rakaat lagi.

4. Lupa Sampai Rukuk

Makmum yang lupa dia sedang sholat sehingga tidak membaca Fatihah sampai imam ruku’.

5. Sibuk Dengan Kesunahan

Makmum melakukan kesunnahan seperti ta’awwudz dan lain-lain dengan menyangka (dhon) akan menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah sebelum imam ruku’. Dalam keadaan demikian, makmum harus membaca Fatihah dan menyempurnakanya.

Apabila dia langsung ruku’ dengan sengaja dan mengetahui aturan ini maka sholatnya batal. Hal ini adalah qoul ashah (pendapat paling benar). Sedangkan menurut qaul tsani (pendapat kedua) makmum langsung ruku’ bersama imam dan Fatihahnya gugur serta dianggap mendapatkan rakaat. Sedangkan menurut qoul tsalits (pendapat ketiga) makmum membaca Fatihah sesuai kadar kesunnahan yang telah dia lakukan.

Apabila dia yakin tidak akan menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah sebelum imam ruku’ maka hal ini tidak dianggap sebagai udzur. Sehingga bila dia menyelesaikan Fatihahnya dan menemukan ruku’nya imam dengan thuma’ninah berarti dianggap mendapatkan rakaat dan bila tidak menemukan ruku’nya imam maka berarti tidak mendapatkan rakaat dan harus menyesuaikan dengan sholatnya imam, tidak boleh melanjutkan sesuai dengan urutan sholatnya sendiri. Apabila dia meneruskan urutan sholatnya sendiri sehingga tertinggal dua rukun fi’li maka sholatnya batal.

6. Ragu Terhadap Cukupnya Waktu

Makmum ragu-ragu tentang waktu yang ia temukan bersama imam cukup untuk membaca Fatihah atau tidak.

7. Sujud sampai Imamnya Ruku’

Makmum memanjangkan sujud yang kedua sampai imam ruku’ baik sengaja atau tidak menurut Syekh al-Bujairimi. Namun menurut kitab Busyral Karim, al-Kurdi, al-Jamzuri dan kitab Tarsyihul Mustafidin hanya berlaku bagi orang yang lupa.

8. Prediksi Makmum Yang Meleset

Makmum menunggu diamnya imam setelah membaca Fatihah untuk membaca Fatihah pada saat itu namun ternyata imam langsung ruku’ tanpa diam terlebih dahulu, atau makmum menduga imam akan membaca surat al-Qur’an setelah Fatihah namun ternyata tidak.

Bila makmum yakin imam hanya akan membaca Fatihah atau akan membaca surat yang pendek sekiranya makmum tidak cukup untuk membaca Fatihah maka makmum harus langsung membaca Fatihah, tidak usah menunggu sampai imam selesai membaca Fatihah. Hal ini seperti yang sering terjadi ketika melaksanakan sholat Tarawih.

9. Tertinggal Karena Tahiyat Awal

Makmum tertinggal karena menyempurnakan tasyahhud awwal lalu dia berdiri dan tidak menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah bersama imam. Dalam hal ini, makmum harus menyempurnakan Fatihahnya dan dia dianggap udzur menurut ar-Romli.

Sedangkan menurut Ibnu Hajar dia seperti makmum muwafiq yang tertinggal karena udzur sehingga bila dia menyelesaikan Fatihah sebelum imam turun untuk sujud maka dia menemukan rakaat dan bila belum sempurna sebelum itu maka harus mufaraqah.

10. Ketiduran di Tahiyat Awal

Makmum tertidur dengan menetapkan pantatnya pada saat tasyahhud awal dan ketika  bangun, ia berdiri dan tidak menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah bersama imam.

11. Imam Tidak Tahiyat Awal

Makmum duduk untuk tasyahhud awal ketika mendengar imam takbir dari sujud yang kedua dalam rakaat yang kedua dengan menyangka imam akan melakukan tasyahhud awal. Namun ternyata  imam langsung berdiri tanpa melakukan tayahhhud awal

12. Makmum Yang Salah Dengar

Makmum mendengar suara takbir di tengah-tengah membaca Fatihah dan dia menyangka itu adalah takbir imam untuk melakukan ruku’ sehingga ia langsung ruku’ sebelum menyelesaikan Fatihah. Namun ternyata imam masih berdiri. Dalam hal ini makmum harus kembali berdiri untuk menyelesaikan Fatihah.

13. Makmum yang Bernazar

Makmum yang bernazar untuk membaca surat al-Quran setelah Fatihah. Ternyata imamnya ruku’ sebelum makmum sempat membaca surat. Maka dia boleh tertinggal tiga rukun untuk membaca surat.

Jamaahnya Makmum Masbuq

Dari contoh dan ketentuan makmum masbuq di atas, ada beberapa dampak yang timbul dari hal tersebut. Utamanya dalam status jamaahnya si makmum masbuq.

  • Fadlilah jamaah masih didapatkan selama imam belum mengucapkan mimnya salam meskipun tidak sempat duduk bersamanya.
  • Fadlilah takbiratul ihram dapat diperoleh dengan makmum telah hadir ketika imam takbiratul ihram dan langsung bertakbiratul ihram setelah imam selesai.
  • Makmum masbuq bisa mendapatkan rakaat bila bertakbiratul ihram dan selanjutnya menemukan ruku’ bersama imam. Dalam pelaksanaannya harus dengan dua takbir; satu takbir untuk takbiratul ihram dan yang lain untuk takbir hendak rukuk atau satu takbir saja untuk takbiratul ihram baru setelah itu turun ruku;. Kesalahan yang sering yterjadi adalah satu takbir digunakan sekaligus untuk turun ruku’ sehingga takbir tersebut baru selesai ketika makmum telah berada dalam posisi ruku’. Hal ini berbahaya karena dapat menyebabkan shalat tidak sah bila mengetahui tata cara shalat yang benar. Sedang bagi orang awam menyebabkan shalat yang dilakukan menjadi shalat sunnah bukan shalat fardlu.
  • Ketika menemukan imam sedang dalam posisi setelah berdiri, yang hendaknya dilakukan bagi orang yang akan berjamaah adalah takbirtaul ihram kemudian langsung mengikuti posisi imam. Sehingga umpama menemukan imam sedang sujud langsung saja takbiratul ihram kemudian sujud, tidak usah ruku’ dan i’tidal dahulu. Hanya saja rakaat ini tidak dihitung kecuali dalam ruku’ sebagaimana keterangan di atas.

Penutup

Demikian pengertian Makmum Mufafiq dan ketentuannya menurut mazhab Imam Syafi’i. Bisa disimpulkan secara sederhana bahwa makmum yang menemukan waktu bersamaan imam berdiri yang cukup untuk membaca fatihah disebut makmum mufaq.

Dalam hal ini, makmum muwafiq adalah tetap berkewajiban menyempurnakan bacaan Fatihahnya meskipun imam sudah beranjak rukuk. Namun secara terperinci ketentuan dari makmum muwafiq ini berbeda-beda sesuai keadaan antara imam dan makmum dalam sholat jamaah. Wallahu a’lam.