Dalam bulan suci Ramadan, umat Muslim melaksanakan ibadah puasa. Selain itu ada shalat tarawih dan witir secara rutin di malam hari. Shalat tarawih adalah bagian dari Qiyamullail, yang terdiri dari rakaat-rakaat yang dilakukan secara berjamaah, memperlihatkan kesatuan dan kekompakan umat Muslim dalam beribadah.
Sedangkan shalat witir yang dilaksanakan setelah shalat tarawih, menambah keutamaan dalam ibadah malam hari di bulan Ramadan. Melalui pelaksanaan ibadah shalat tarawih dan witir di bulan Ramadan, umat Muslim dapat mengekspresikan penghormatan dan kecintaan mereka terhadap agama Islam serta meraih keberkahan yang melimpah dari Allah SWT.
Namun karena beberapa hal, mungkin di antara kita ada yang tidak sempat atau terlewatkan dari melaksanakan shalat Tarawih. Jika demikian, apakah kita perlu mengadha salat Tarawih terebut?
Sholat Tarawih
Sholat Tarawih adalah sholat sunnah yang dikerjakan di malam hari pada bulan Ramadhan. Cara melakukan sholat Tarawih dengan dua rakaat satu salam. Hitungan rakaatnya berbeda-beda, ada yang 20 rakaat ada juga yang kurang dari itu. Setelah selesai menunaikannya, biasanya jamaah membaca doa Kamilin sebagai permohonan kesempurnaan iman.
Ibadah sholat Tarawih ini bisa dilakukan secara berjamaah atau sendirian di rumah. Namun, kebanyakannya di lakukan di mushola atau masjid secara berjamaan. Dan cara ini yang lebih utama.
Qadha Sholat Tarawih
Tidak semua orang mengerjakan sholat malam ini. Karena beberapa alasan, seseorang mungkin tidak mengerjakannya sehingga waktu sholat Tarawih terlewati.
Jika terlewatkan, bagaimana hukumnya menqodho sholat Tarawih? Berikut ibaroh atau keterangan dari Kitab Mausu’ah Fiqhiyyah.
Jika waktu shalat Tarawih terlewat hingga terbit fajar, maka menurut pandangan Hanafiyyah dalam Qaul Ashoh, dan Hanabillah dalam Qaul Dhohir bahwa shalat Tarawih tersebut tidak harus qada’ karena shalat Tarawih tidak lebih kuat (muakkad) dari shalat sunnah Maghrib dan Isya’ yang juga tidak harus qada’.
Hanafiyyah mengatakan bahwa jika qada’ shalat Tarawih dilakukan, itu dianggap sebagai nafl mustahab bukan sebagai Tarawih sebagaimana shalat sunnah malam. Alasannya karena Tarawih adalah bagian dari shalat Rawatib malam, dan menqada’ dianggap sebagai khusus dari kewajiban dan sunnah shalat fajar dengan syarat tertentu.
Pandangan kontra ashoh dari Hanafiyyah yang lain menyatakan bahwa jika seseorang tidak menunaikan shalat Tarawih pada waktunya, maka dia harus menunaikannya sendiri sampai masuk waktu shalat Tarawih lainnya atau hingga akhir bulan Ramadhan.
Terkait ini, tidak ada klarifikasi mengenai pandangan Malikiyyah dan Syafi’iyyah dalam qadha Tarwih. Namun, Al-Nawawi dalam pendapat adharnya (فِي الأَظْهَرِ ) menyatakan bahwa jika shalat nafl yang waktu pelaksanaannya ditentukan (Nafl Muaqqot) itu terlewat, maka disunnahkan untuk qada’.
Kesimpulan
Dari keterangan di atas, hukum menqadha sholat Tarawih terjadi perbedaan pendapat di antara empat mazhab Fiqih. Ada yang mengatakan tidak perlu diqadha’i dan ada pula yang berpendapat sunah untuk diqadha’ dengan rentang waktu yang telah ditentukan.
Teks asli sumber:
إِذَا فَاتَتْ صَلَاةُ التَّرَاوِيحِ عَنْ وَقْتِهَا بِطُلُوعِ الْفَجْرِ، فَقَدْ ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ فِي الأَصَحِّ عِنْدَهُمْ، وَالْحَنَابِلَةُ فِي ظَاهِرِ كَلَامِهِمْ إِلَى أَنَّهَا لَا تُقْضَى؛ لأَنَّهَا لَيْسَتْ بِآكَدَ مِنْ سُنَّةِ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ، وَتِلْكَ لَا تُقْضَى فَكَذَلِكَ هَذِهِ.
وَقَال الْحَنَفِيَّةُ: إِنْ قَضَاهَا كَانَتْ نَفْلاً مُسْتَحَبًّا لَا تَرَاوِيحَ كَرَوَاتِبِ اللَّيْل؛ لأَنَّهَا مِنْهَا وَالْقَضَاءُ عِنْدَهُمْ مِنْ خَوَاصِّ الْفَرْضِ وَسُنَّةُ الْفَجْرِ بِشَرْطِهَا.
وَمُقَابِل الأَصَحِّ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ أَنَّ مَنْ لَمْ يُؤَدِّ التَّرَاوِيحَ فِي وَقْتِهَا فَإِنَّهُ يَقْضِيهَا وَحْدَهُ مَا لَمْ يَدْخُل وَقْتُ تَرَاوِيحَ أُخْرَى، وَقِيل: مَا لَمْ يَمْضِ الشَّهْرُ
وَلَمْ نَجِدْ تَصْرِيحًا لِلْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ. لَكِنْ قَال النَّوَوِيُّ: لَوْ فَاتَ النَّفَل الْمُؤَقَّتُ نُدِبَ قَضَاؤُهُ فِي الأَظْهَرِ
Artinya kurang lebih: Jika waktu sholat tarawih telah terlewat saat fajar mulai terbit, menurut pandangan mayoritas mazhab Hanafi dan mayoritas mazhab Hanbali, sholat tarawih tersebut telah terlewat dan tidak bisa diteruskan lagi. Hal ini karena sholat tarawih tidak dianggap lebih penting dari sholat maghrib dan isya’, yang keduanya jika terlewat waktu harus diganti.
Namun, menurut mazhab Hanafi, jika sholat tarawih tersebut diganti nantinya, maka dianggap sebagai sholat sunnah muakkadah, dan bukan sebagai pengganti sholat wajib pada malam itu. Sedangkan menurut pendapat lain dari mazhab Hanafi, jika seseorang tidak melaksanakan sholat tarawih pada waktunya, maka ia harus menunaikan sholat tersebut secara sendirian sampai masuk waktu tarawih berikutnya atau sampai berakhirnya bulan Ramadhan.
Sedangkan dalam pandangan mazhab Malik dan Syafii, tidak ditemukan pernyataan yang jelas mengenai hal ini. Namun menurut Imam Nawawi, jika seseorang terlewat mengerjakan sholat sunnah tarawih yang terlewat pada waktunya, maka sebaiknya sholat tersebut dilaksanakan sebagai qadha atau diganti di waktu lain.