Memahami Living Quran: Mengungkap Fungsi Informatif dan Performatif dalam Transmisi-Transformasi

Living Quran hadir sebagai sub-bidang dalam studi Al-Qur’an karena ada kebutuhan untuk memahami proses penerimaan Al-Qur’an sebagai fenomena sosio-kultural. Al-Qur’an bukan hanya penerima pasif dari praktik-praktik tetapi agen aktif yang menghasilkan makna, pengetahuan, dan praktik. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana masyarakat memahami dan berinteraksi dengan Al-Qur’an dalam berbagai bentuk dan konteks.

Living Qur’an juga menangani kebutuhan untuk menjelajahi hubungan antara manusia dan Al-Qur’an, yang merupakan bidang yang kurang diteliti, terutama di Indonesia. Dengan mempelajari fungsi teks sebagai kitab suci di antara para interlokutor, Living Qur’an dapat membantu para sarjana memahami bagaimana audiens yang berbeda menafsirkan dan menerima Al-Qur’an, dan bagaimana interpretasi dan penerimaan ini bervariasi dari waktu ke waktu dan konteks.

Ringkasnya, Living Quran bertujuan untuk memberikan narasi yang mencakup perkembangan Al-Qur’an sebagai kitab suci yang hidup dan membangun infrastruktur epistemologi dan metodologis untuk studi Al-Qur’an sebagai karakteristik relasional dengan audiensnya.

Latar Belakang Living Quran di Indonesia

Sebelum tahun 2000-an, isu-isu seputar penerimaan Quran dan interaksi antara manusia dan Quran belum banyak diteliti, terutama di Indonesia. Oleh karena itu, belum ada pemikiran yang matang dan memprovokasi tentang hubungan antara fenomena teks dan fenomena pembaca dalam penerimaan Quran. Namun, melalui berbagai diskusi di kalangan para sarjana Indonesia dalam bidang studi Quran muncul istilah “Living Quran,” yang menunjukkan sub-bidang baru dalam studi Quran yang berfokus pada penerimaan Quran dalam masyarakat.

Beberapa upaya awal untuk membahas Living Quran adalah artikel koran oleh Hamam Faizin, “Living Quran: Sebuah Tawaran” (2005) dan sebuah buku yang disunting oleh Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadis (2007).

Meskipun baik artikel maupun buku tersebut tidak menjelajahi format penelitian Living Quran, keduanya menunjukkan konstruksi diskursif sejarah dalam menafsirkan hubungan antara manusia dengan pengetahuan dan praktik berbasis Quran.

Oleh karena itu, latar belakang Living Quran adalah kekurangan kajian tentang penerimaan Quran dan interaksi antara manusia dan Quran yang perlu dipenuhi. Living Quran sebagai sub-bidang baru dalam studi Quran mencoba menangani kekurangan ini dengan memfokuskan pada penerimaan Quran sebagai fenomena sosial dan budaya, yang melibatkan hubungan timbal balik antara teks dan pembaca dalam proses penerimaan.

Apa itu Living Quran?

Pengertian Living Quran adalah sebuah konsep dalam studi Alquran yang menggambarkan Alquran bukan hanya sebagai sebuah teks pasif yang menerima praktik-praktik keagamaan, namun juga sebagai sebuah agen aktif yang memproduksi makna, pengetahuan, dan praktik keagamaan. Konsep ini mengacu pada fenomena sosial-budaya di mana masyarakat mempersepsi dan berinteraksi dengan Alquran sebagai teks yang hidup dan berkaitan dengan fenomena pembaca dalam proses penerimaan. Studi tentang Living Quran tidak terbatas pada bentuk dan struktur teks, tetapi lebih penting lagi, mengelaborasi fungsi teks sebagai kitab suci dalam komunitasnya.

Contoh Living Quran

Contoh dari konsep Living Quran dalam konteks studi Alquran adalah studi tentang bagaimana orang-orang Indonesia memahami, menggunakan, dan mempraktikkan ajaran-ajaran Alquran dalam kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya, beberapa studi telah dilakukan untuk mengeksplorasi bagaimana Alquran dimaknai dan diinterpretasikan oleh masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang sosial dan budaya, dan bagaimana penerimaan dan transformasi interpretasi ini memengaruhi budaya dan kehidupan sehari-hari mereka.

Salah satu contoh konkret dari studi Living Quran adalah praktik masyarakat Jawa Tengah yang memandang Alquran sebagai objek yang hidup dan memiliki kekuatan magis untuk melindungi rumah dan anggota keluarga dari bahaya dan bencana.

Orang-orang Jawa Tengah mengamalkan tradisi membaca surah-surah tertentu dari Alquran, dan meletakkan Alquran di tempat-tempat tertentu di rumah mereka sebagai bentuk perlindungan dan keselamatan. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat memandang Alquran sebagai sebuah teks hidup yang memiliki kekuatan untuk berinteraksi dengan kehidupan mereka dan membentuk praktik-praktik keagamaan yang berbeda-beda.

Manfaat Living Quran

Beberapa manfaat dari studi Living Qur’an antara lain:

  1. Memahami Al-Qur’an sebagai teks dinamis dan hidup: Living Qur’an membantu kita melihat Al-Qur’an bukan hanya sebagai teks statis tetapi sebagai kitab suci yang hidup yang terus membentuk dan mempengaruhi masyarakat dan budaya.
  2. Mengakui interpretasi dan penerimaan Al-Qur’an yang beragam: Living Qur’an membantu kita memahami berbagai cara di mana berbagai audiens menginterpretasikan dan menerima Al-Qur’an, yang dapat mengarah pada pemahaman Islam yang lebih inklusif dan pluralistik.
  3. Mengungkap konteks sejarah dan sosial Al-Qur’an: Living Qur’an membantu kita memahami konteks sejarah dan sosial di mana Al-Qur’an diturunkan dan bagaimana konteks ini telah membentuk interpretasi dan penerimaan Al-Qur’an dari waktu ke waktu.
  4. Mengembangkan pendekatan epistemologi dan metodologis baru: Living Qur’an mendorong pengembangan pendekatan baru dalam studi Al-Qur’an yang lebih peka terhadap sifat dinamis dan relasional teks dan penerimanya oleh beragam audiens.

Singkatnya, studi Living Qur’an dapat memberikan kontribusi dalam pemahaman yang lebih halus dan canggih tentang Al-Qur’an dan perannya dalam membentuk masyarakat dan budaya Muslim.

Penutup

Dengan konsep Living Qur’an, kita belajar bahwa Qur’an bukan hanya sebuah teks statis, melainkan sebuah teks hidup yang terus berkembang dan mempengaruhi masyarakat dan budaya. Penting bagi kita untuk memahami bagaimana Qur’an dipahami dan diterima oleh masyarakat dalam berbagai konteks (Resepsi Qur’an).

Dalam resepsi Qur’an dalam Living Quran memungkinkan kita untuk menghargai beragam respon, interpretasi dan penerimaan terhadap Qur’an yang dapat membawa kita ke pemahaman yang lebih inklusif dan toleran tentang Islam. Karena Quran telah ada dan terus akan ada hadir dalam sejarah dan budaya yang tidak selalu sama.

Pesannya, kita perlu melihat Qur’an sebagai sumber hidup yang terus hidup dan berkembang dalam konteks yang berbeda-beda. Kita harus terbuka untuk berbagai pemahaman dan interpretasi, serta menghargai perbedaan dalam masyarakat kita. Pendekatan baru terhadap Quran tidak semuanya harus dibid’ahkan, karena Quran akan selalu indah meskipun dipandang dari sudut-sudut yang berbeda.

Dengan cara ini, kita dapat menghargai warisan budaya dan spiritual yang kaya dari Qur’an dan membangun masyarakat yang lebih toleran dan inklusif. Bukankah Quran untuk umat manusia seluruhnya?

Disarikan dari: The Living Qur’an: Its Text and Practice in the Function of the Scripture

#living quran adalah

#pengertian living quran

#penelitian living quran

#contoh living quran