Menggali Matan al-Ghayah wa at-Taqrib: Karya Klasik dan Pengaruhnya

Matan Taqrîb adalah kitab fiqih ringkas karya al-Qâdhi Abu Syuja’ yang menjadi rujukan penting dalam mazhab Syafi’i. Meski dikenal dengan kemudahan dan kepraktisannya, beberapa pendapat dalam kitab ini ternyata lemah jika dibandingkan dengan syarah dan hasyiah oleh ulama.

Ingin tahu lebih banyak tentang Matan al-Ghayah wa at-Taqrîb, karya klasik yang ditulis oleh al-Qâdhi Abu Syuja’? Artikel ini mengajak kamu untuk mengeksplorasi kedalaman ilmu fiqih yang terkandung dalam kitab ini. Kami akan membahas profil penulisnya, karakteristik unik dari kitab tersebut, serta doa yang biasa diucapkan oleh penulis.

kitab al-Ghayah wa at-Taqrib

Selain itu, kita juga akan mengulik dampak dan pengaruh Matan al-Ghayah dalam studi fiqih, termasuk syarah dan hasyiah yang menyertainya, pujian yang diterima, dan keikhlasan penulis. Dakwah.web.id mengajakmu lebih dalam tentang Kitab at-Taqib ini sampai ke struktur kitab dan pendapat-pendapat lemah yang mungkin ada di dalamnya!

Pentingnya Ilmu Fiqih

Kalau kamu santri, pasti sudah sering mendengar hadits yang satu ini: “Man YuridiLlâhu bihi khairan yufaqqihhu fiddîn (Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, Allah akan memberinya pemahaman dalam agama)” (HR al-Bukhari dan Muslim). Walaupun hadits ini tidak selalu kamu baca langsung di kitab Shahîhain, ia sering muncul di bagian awal kitab Matan al-Ghayah wa at-Taqrîb karya al-Qâdhi Abu Syuja’, yang menjadi bahan kajian rutin di pesantren. Kitab ini mengupas tuntas dasar-dasar hukum Islam atau yang biasa disebut ilmu fiqih.

Ilmu fiqih tidak pernah absen dari kurikulum lembaga pendidikan Islam, baik di pondok pesantren di Indonesia maupun di institusi lainnya di seluruh dunia. Kenapa? Karena ilmu fiqih sangat krusial; ia menyangkut tingkah laku atau perbuatan setiap individu yang sudah memikul tanggung jawab hukum (mukallaf).

Keutamaan Ilmu Fiqih

Ngomong-ngomong soal keutamaan, dalam kitab Ta’lim Muta’allim, ilmu fiqih digambarkan sebagai ‘sebaik-baiknya pemimpin’, ilmu yang paling utama, perisai dari bahaya, dan ahli fiqih dikatakan lebih baik daripada ahli ibadah. Lebih lanjut, syair di kitab tersebut berbunyi: “Belajarlah ilmu fiqih karena fiqih adalah ilmu yang paling utama dalam menuntun kepada kebaikan dan ketakwaan, serta tujuan yang lebih kuat. Ilmu fiqih adalah penunjuk jalan kepada petunjuk, seperti perisai yang menyelamatkan dari bahaya. Seorang ahli fiqih yang berhati-hati lebih ditakuti oleh setan daripada seribu ahli ibadah yang bodoh” (Syekh Burhanuddin al-Zarnuji, Ta’lîm al-Muta’allim fî Tharîq at-Ta’allum, Beirut: Dar Ibnu Katsîr, cetakan ke-3, 2014, h. 34).

Profil Penulis dan Karya Kitab Matan al-Ghayah wa at-Taqrîb

Kitab ini adalah hasil karya Syekh Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Asfihâni, yang lebih dikenal dengan al-Qâdhi Abu Syuja’ (433-593 H). Dalam beberapa manuskrip, kitab ini disebut “Matan Taqrîb”, sementara dalam manuskrip lainnya dinamakan “Ghâyatul Ikhtishâr”. Oleh sebab itu, Syekh Ibn Qâsim al-Ghâzi memberikan dua nama untuk kitab syarah Taqrîb yang beliau tulis: Fathul Qarîb al-Mujîb fî Syarh Alfâdz at-Taqrîb dan Al-Qawl al-Mukhtâr fî Syarh Ghâyah al-Ikhtishâr (Syekh Ibn Qâsim al-Ghâzi, Fathul Qarîb, Beirut: Dar Ibn Hazm, 2005, h. 19).

Karakteristik Kitab Matan Taqrîb

Menariknya, kitab ini disusun dengan sangat ringkas, menggunakan bahasa yang tidak terlalu sulit, dan tidak memuat banyak perbedaan pendapat. Latar belakang penyusunan kitab ini adalah permintaan dari beberapa sahabat al-Qâdhi Abu Syuja’, agar beliau menyusun kitab fiqih mazhab Imam Syafii yang ringkas, mudah dihafal, dan gampang dipahami oleh pelajar pemula. Dengan penuh semangat, beliau mengabulkan permintaan tersebut dan menyusun Matan Taqrîb.

Doa Penulis

Menutup karya ini, sang pengarang kitab berdoa agar Allah subhanahu wata’ala mengganjarnya dengan pahala, serta memberinya taufik menuju kebenaran. Sebab, Allah Mahakuasa atas segala yang Ia kehendaki dan Maha Lemah Lembut serta Maha Mengetahui hamba-hamba-Nya (al-Qâdhi Abu Syujâ’, Matan al-Ghâyah wa at-Taqrîb, Beirut: Dar el-Masyâri’, 1996, h. 5).

Keberlanjutan dan Pengaruh Kitab Matan Taqrîb

Yang luar biasa, Matan Taqrîb ini sudah berusia ratusan tahun namun tetap eksis hingga kini. Bukan hanya dikaji oleh para pelajar, tapi juga diberi syarah (penjelasan atas isi kitab) oleh banyak ulama. Lebih dari itu, dari syarah tersebut, ulama lain memberikan hasyiah (penjelasan atas syarah), bahkan ada yang menjadikannya nadham atau uraian dalam bentuk syair.

Syarah dan Hasyiah Kitab Matan Taqrîb

Di antara penjelasan (syarah) atas Matan Taqrîb adalah Fathul Qarîb al-Mujîb karya Ibn Al-Qasim al-Ghâzi, Kifâyatul Akhyâr fî Halli Ghâyatu al-Ikhtishâr oleh al-Hishni, an-Nihâyah fî Syarh Al-Ghâyah karya Muhammad Waliyuddin Al-Bashiri, dan al-Iqnâ’ fî Halli Alfâdzi Abî Syujâ’ karya Al-Khâtib As-Syirbini. Selain itu, ada juga ulama yang memberikan penegasan dasar argumentasi Matan Taqrîb, seperti yang dilakukan Dr. Mushtafa Dieb Al-Bugha. Beliau menulis kitab berjudul “at-Tahdîb fî Adillati Matni Ghâyah at-Taqrîb” yang berisi dalil-dalil dari pembahasan dalam Matan Taqrîb.

Hasyiah Kitab Matan Taqrîb

Lebih lanjut, beberapa syarah Matan Taqrîb diberi komentar tambahan atau hasyiah oleh para ulama. Contohnya, Hâsyiah al-Barmâwi ‘ala Syarh Ibn Qâsim karya al-Barmâwi, Hâsyiah Al-Baijuri ‘ala Syarh Ibn Qâsim al-Ghâzi karya Syekh Ibrahim al-Baijuri, dan Qûtul Habib Al-Gharîb Tawsyîh ‘ala Fathil Qarîb al-Mujîb karya Syeikh Nawawi Al-Bantani. Selain itu, ada pula ulama yang membuat uraian dalam bentuk syair atau nadham, salah satunya adalah karya Syekh Syarafuddin al-‘Imrîthy, Nihâyah at-Tadhrib fî Nadhmi Ghâyah at-Taqrîb.

Pujian Terhadap Kitab Matan Taqrîb

Dengan manfaatnya yang meluas dan diterima oleh berbagai kalangan, baik ulama maupun pelajar, kitab ini mendapat banyak pujian. Salah satu syair yang memuji kitab ini berbunyi: “Wahai seseorang yang ingin memperoleh manfaat yang terus berlanjut, hendaknya ia memperolehnya dengan ketinggian dan kemanfaatan. Dekatlah dengan ilmu pengetahuan dan jadilah pemberani, dengan wasilah kitab Taqrîb karya al-Imam Abu Syujâ’” (Syekh Ibn Qâsim al-Ghâzi, Fathul Qarîb, h. 6).

Keikhlasan Penulis

Menariknya, al-Khathîb asy-Syirbîni dalam mukaddimahnya mengungkapkan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala mengetahui keikhlasan niat Syekh Abu Syuja’ ketika menyusun kitab ini, sehingga karena keikhlasannya, manfaat kitab ini menyebar. Sedikit sekali penuntut ilmu yang tidak mempelajari kitab ini, baik dengan menghafal atau membacanya” (Syekh Ibn Qâsim al-Ghâzi, Fathul Qarîb, h. 6).

Struktur Kitab Matan Taqrîb

Matan Taqrîb memuat 17 pembahasan (kitab) yang di dalamnya terdapat pasal-pasal. Secara urut, kitab ini diawali dengan mukadimah dari al-Qâdhi Abu Syujâ’, kemudian dilanjutkan dengan berbagai pembahasan. Pembahasan pertama adalah Kitab ath-Thaharah:

  • Kitab ath-Thaharah: Mengulas tata cara bersuci.
    • Terdiri dari beberapa pasal, misalnya:
      • (Pasal) Perkara-perkara yang fardhu dalam wudhu ada 6, yaitu:
        • Niat saat membasuh muka
        • Membasuh muka
        • Membasuh kedua tangan sampai siku
        • Mengusap sebagian kepala
        • Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
        • Dilakukan secara tertib dari nomor 1 sampai 5

Setelah pembahasan terkait ath-Thahârah dan pasal-pasalnya, kitab ini melanjutkan ke pembahasan shalat, zakat, puasa, haji, jual beli, warisan dan wasiat, nikah, tindak pidana, had atau sanksi, jihad, berburu hewan dan sembelihan, perlombaan dan memanah, sumpah dan nadzar, serta pembebasan budak. Semua pembahasan tersebut terbagi ke dalam banyak pasal seperti halnya bab ath-thaharah di atas.

Pendapat Lemah dalam Matan Taqrîb

Karena ringkasnya Matan Taqrîb, mungkin ada di antara kita yang menganggap bahwa pendapat-pendapat dalam kitab ini râjih atau kuat dalam mazhab Syafi’i. Padahal, ada beberapa pendapat yang sebenarnya lemah. Kita bisa mengetahui pendapat tersebut lemah dengan mengecek langsung dalam kitab-kitab syarah atau hasyiah. Misalnya, dalam pasal yang membahas istinja’, al-Qâdhi Abu Syuja’ menyebutkan: “Hendaknya tidak menghadap matahari dan bulan, dan tidak membelakangi keduanya” (al-Qâdhi Abu Syujâ’, Matan al-Ghâyah wa at-Taqrîb, h. 7).

Pendapat Ulama tentang Makruh Menghadap Matahari dan Bulan

Pendapat ini menegaskan kemakruhan menghadap atau membelakangi matahari dan bulan. Namun, Syekh Ibrahim al-Baijuri dalam hasyiahnya menyatakan: “Pendapat al-Qâdhi Abu Syujâ’ (‘…dan makruh membelakangi matahari dan bulan..’) itu lemah, yang mu’tamad atau kuat adalah ketidakmakruhan membelakangi keduanya” (Syekh Ibrâhim al-Baijûri, Hâsyiah al-Baijuri ‘ala Syarh Ibn Qâsim al-Ghâzi, Beirut: Dar el-Kutub al-‘Ilmiyah, cetakan kedua, 1999, juz 1, h. 125).

Selain masalah di atas, masih ada beberapa lagi pendapat yang dianggap dhaif dalam Matan Taqrîb, yang bisa diketahui jika merujuk pada kitab-kitab syarah dan hasyiahnya. Meskipun demikian, kitab tipis ini sangat diberkahi. Banyak kitab-kitab fiqih yang pembahasannya mirip dengan kitab ini, namun Matan Taqrîb tetap eksis dan dihargai di kalangan para pelajar hingga saat ini.

Ihtitam

Matan al-Ghayah wa at-Taqrîb adalah sebuah karya monumental dalam fiqih mazhab Syafi’i yang ditulis dengan singkat dan mudah dihafal. Melihat profil penulisnya dan karakteristik kitab ini, tampak jelas dedikasi serta keahlian al-Qâdhi Abu Syuja’.

Kitab at-Taqrîb mendapat banyak pujian dan terus dipelajari serta dikomentari oleh para ulama. Meski terdapat beberapa pendapat lemah di dalamnya, Matan Taqrîb tetap menjadi sumber penting dan sangat dihargai dalam kajian fiqih hingga saat ini.


Sumber: NU Online