Murid Sebagai Pusat dari Kurikulum Merdeka: Mengapa Ini Penting?

Hal apa yang sepatutnya menjadi acuan utama kurikulum pendidikan? Murid!. Ya, Pendidikan bukan hanya soal transfer pengetahuan dari guru ke murid, tetapi juga tentang bagaimana membentuk generasi yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan berkontribusi pada masyarakat.

Inilah yang mendasari Kurikulum Merdeka—sebuah pendekatan pembelajaran baru yang menempatkan murid sebagai acuan utama. Dengan pendekatan ini, pendidikan diharapkan lebih personal, relevan, dan bermakna bagi setiap individu.

Mengapa Murid Harus Jadi Acuan?

Jika murid sebagai hal yang sepatutnya menjadi acuan utama kurikulum, mengapa harus demikian? Setidaknya ada empat aspek penting yang menopangnya:

  1. Pembelajaran yang Personalisasi
    Setiap murid memiliki keunikan—baik dalam hal karakteristik, minat, maupun gaya belajarnya. Dalam Kurikulum Merdeka, pembelajaran dirancang untuk memenuhi kebutuhan individual ini. Dengan demikian, proses belajar menjadi lebih efektif dan efisien karena setiap murid mendapatkan pengalaman yang disesuaikan dengan mereka. Konsep ini memungkinkan guru untuk menciptakan strategi belajar yang tidak hanya mengajar untuk “semua,” tetapi untuk “setiap.”
  2. Fokus pada Kompetensi
    Di era globalisasi ini, kemampuan berpikir kritis, kolaborasi, kreativitas, dan komunikasi (4C) adalah kunci. Oleh karena itu, Kurikulum Merdeka berfokus pada pengembangan kompetensi, bukan sekadar pencapaian akademik semata. Pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi ini memberikan bekal kepada murid untuk menghadapi tantangan masa depan—baik di dunia kerja maupun kehidupan sehari-hari.
  3. Pembelajaran yang Aktif dan Menyenangkan
    Salah satu tantangan terbesar dalam pendidikan tradisional adalah bagaimana membuat pembelajaran tetap menarik. Kurikulum Merdeka mengatasi ini dengan mengaktifkan peran murid dalam proses belajar. Murid tidak lagi menjadi penerima pasif, tetapi turut berpartisipasi secara aktif dalam kelas. Pembelajaran yang melibatkan aktivitas praktis, diskusi, dan proyek nyata membuat pengalaman belajar lebih menyenangkan, sekaligus meningkatkan motivasi dan partisipasi.
  4. Pembentukan Karakter
    Tidak hanya soal pengetahuan, Kurikulum Merdeka juga bertujuan untuk membentuk karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pelajar Pancasila, seperti gotong royong, toleransi, dan integritas. Dengan menumbuhkan karakter ini, murid tidak hanya belajar untuk menjadi cerdas secara akademik, tetapi juga menjadi pribadi yang baik dan bermoral.

Baca Juga: Ibu Adalah Madrasah Pertama Bagi Anaknya


Bagaimana Implementasinya di Sekolah?

  1. Pemetaan Profil Murid
    Sebelum memulai proses pembelajaran, guru akan melakukan pemetaan profil murid untuk memahami kekuatan, kelemahan, minat, serta gaya belajar masing-masing. Pemetaan ini menjadi dasar bagi guru untuk merancang metode dan materi yang paling sesuai. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang setiap murid, guru bisa memberikan pembelajaran yang benar-benar relevan.
  2. Pembelajaran Diferensiasi
    Setiap murid belajar dengan cara yang berbeda. Kurikulum Merdeka mengakui hal ini dengan mengimplementasikan pembelajaran diferensiasi. Dalam praktiknya, guru menyesuaikan metode pengajaran dengan kebutuhan dan kemampuan tiap murid. Beberapa murid mungkin membutuhkan penjelasan lebih rinci, sementara yang lain bisa langsung menuju ke aplikasi praktis. Dengan cara ini, setiap murid bisa belajar dalam ritme yang paling optimal bagi mereka.
  3. Pembelajaran Berbasis Proyek
    Salah satu inovasi terbesar dalam Kurikulum Merdeka adalah pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). Metode ini memungkinkan murid belajar melalui proyek-proyek yang relevan dengan kehidupan nyata. Misalnya, murid bisa belajar sains dengan membuat eksperimen lingkungan atau belajar ekonomi dengan menjalankan simulasi bisnis. Pendekatan ini memberi murid kesempatan untuk menerapkan pengetahuan secara langsung, sekaligus mengembangkan keterampilan problem solving.
  4. Asesmen Berkelanjutan
    Penilaian atau asesmen dalam Kurikulum Merdeka tidak lagi terbatas pada ujian akhir semester. Sebaliknya, asesmen dilakukan secara berkelanjutan untuk memantau perkembangan belajar murid. Dengan asesmen formatif ini, guru dapat memberikan umpan balik yang konstruktif dan membantu murid memahami apa yang sudah dikuasai dan area mana yang perlu ditingkatkan.
  5. Fleksibilitas Pembelajaran
    Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan bagi guru untuk menyesuaikan materi dan metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan murid. Fleksibilitas ini memungkinkan sekolah merespons situasi yang beragam, baik dari segi kondisi sosial, budaya, maupun kebutuhan individu murid. Pada akhirnya, fleksibilitas ini membantu menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan adaptif.

Implikasi Bagi Guru dan Murid

Guru sebagai Fasilitator

Dalam Kurikulum Merdeka, peran guru berubah dari pengajar menjadi fasilitator. Guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga membimbing dan mendukung murid dalam proses belajar. Guru juga perlu terus mengembangkan kompetensinya, baik dari segi pedagogik maupun profesionalisme, untuk memastikan mereka dapat menerapkan Kurikulum Merdeka dengan efektif.

Baca Juga: Mengenal Istilah Pendidik dalam Islam: Ustadz, Mu’alim, Murrabi, Mursyid, Mudarris, dan Mu’addib

Murid yang Lebih Aktif dan Mandiri

Di sisi lain, murid juga dituntut untuk lebih mandiri dan bertanggung jawab atas proses belajarnya sendiri. Dengan berbagai metode yang interaktif dan berbasis proyek, murid didorong untuk aktif mencari informasi, bekerja sama dengan teman, dan mengeksplorasi kemampuan mereka. Selain itu, murid diharapkan berkembang secara holistik—bukan hanya dalam aspek pengetahuan, tetapi juga keterampilan dan karakter.


Dengan demikian, hal apa yang sepatutnya menjadi acuan utama kurikulum tentu jawabannya adalam murid. Dengan menempatkan murid sebagai pusat, Kurikulum Merdeka tidak hanya membenahi metode pengajaran, tetapi juga memberikan murid kesempatan untuk belajar sesuai dengan keunikan mereka.

Ini bukan sekadar langkah maju dalam sistem pendidikan, tetapi sebuah transformasi besar yang akan membentuk masa depan generasi mendatang. Pembelajaran yang personal, fleksibel, dan berbasis kompetensi menjanjikan pendidikan yang lebih bermakna dan relevan bagi setiap murid.

Baca Juga: Tujuan Pembelajaran Sebaiknya Memuat Dua Komponen