Untuk perkara yang menjadi objek ijma‘ (mujma‘ ‘alaih), para ulama telah menetapkan syarat bahwa perkara tersebut haruslah berkaitan dengan agama, baik dalam aspek hukum syariat maupun akidah.
Pendapat شُروطُ المُجمَعِ عليه berupa amrun dinniy ini dinyatakan oleh sejumlah fuqaha dan diakui oleh para ulama seperti Ibn al-Humam dari kalangan Hanafiyah, Asy-Syirazi, As-Sam‘ani, dan Al-Ghazali dari Syafi‘iyah, serta Ibn Qudamah dan At-Tufi dari Hanabilah.
Namun, jika perkara tersebut berkaitan dengan urusan duniawi, seperti strategi perang, pembangunan, pertanian, atau hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan dunia, maka ijma‘ tidak dianggap sebagai hujjah dalam hal ini. Hal ini didasarkan pada beberapa argumen berikut:
Dalil-Dalil yang Menyatakan Ijma‘ Tidak Berlaku pada Urusan Duniawi
- Hadis Nabi ﷺ
Rasulullah ﷺ bersabda:“Aku hanyalah seorang manusia. Jika aku memerintahkan kalian sesuatu terkait agama kalian, maka ambillah. Namun, jika aku memerintahkan sesuatu berdasarkan pendapatku, maka aku hanyalah manusia biasa.”
(HR. Muslim)
Jika pendapat pribadi Rasulullah ﷺ dalam urusan dunia tidak bersifat mengikat, maka ijma‘ para ulama dalam perkara dunia tentu lebih utama untuk tidak dianggap sebagai hujjah. - Praktik Rasulullah ﷺ dalam Urusan Dunia
Nabi ﷺ sering berkonsultasi dengan para sahabat dalam urusan strategi perang atau perkara duniawi lainnya. Bahkan, terkadang beliau meninggalkan pendapat pribadinya untuk mengikuti pendapat para sahabat. Hal ini menunjukkan bahwa urusan duniawi lebih bersifat fleksibel dan tidak terikat pada hujjah ijma‘. - Perbedaan Maslahat Duniawi Berdasarkan Zaman
Maslahat duniawi dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi zaman dan tempat. Jika ijma‘ dianggap mengikat dalam perkara duniawi, maka akan terjadi situasi di mana maslahat pada masa tertentu bertentangan dengan maslahat di masa lain. Hal ini akan memaksa umat untuk meninggalkan maslahat yang nyata demi mengikuti sesuatu yang tidak lagi relevan, yang tentu merupakan kesalahan besar.
Pendapat yang Mengakui Hujjah Ijma‘ dalam Urusan Duniawi
Sebagian ulama seperti Al-Amidi dan Ibn as-Sa‘ati menyatakan bahwa ijma‘ berlaku tidak hanya dalam urusan syariat, tetapi juga dalam perkara-perkara lainnya, termasuk perkara akal dan duniawi. Pendapat ini berdasarkan anggapan bahwa ijma‘ merepresentasikan kesepakatan umat yang membawa maslahat, baik dalam urusan agama maupun dunia.
Pendapat yang lebih kuat adalah bahwa ijma‘ hanya berlaku sebagai hujjah dalam perkara agama, baik yang berkaitan dengan hukum syariat maupun akidah. Sedangkan dalam perkara duniawi, ijma‘ tidak memiliki kekuatan mengikat, mengingat sifatnya yang dinamis dan berubah sesuai dengan maslahat pada setiap zaman.
Baca juga: https://dakwah.web.id/definisi-ijma/